Aku memutuskan keluar dari rumah ini dan Endang menyilahkan saja, seminggu kemudian aku engabari ibu karena ia sedang di Hong Kong dan ia menawarkan kontrakan di dekat kantornya aku menolak baik.
aku tinggal bersama dirinya, dia sepakat saja tentu saja aku membayar walaupun sebenarnya ia menolak. seminggu kemudia aku memaksa Pras untuk membongkar bathtube kamar mandiku terbilang luas rumah kekasihku karena aku ingin memindahkan bathtube itu di sini. walaupun susah juga sebenarnya.
aku tetap meneruskan kuliahku dengan baik dan wajar, namun aku tidak diantar lagi dengan supir melainkan dengan Timotius Baskara ini dimana aku berbagi peran dengannya.
seminggu kemudian Endang mengirimkan chek senilai 2ooo dollar kepadaku, aku menyimpannya saja darima aku tahu asal uang ini dengan baik sehingga dia pikir aku lugu kita lihat saja nanti.
aku melamar kerja di butik ibuku setidak aku bertemu dengannya dengan suasana profesional saja sehingga dia tak akan khawatir aku makan apa dan bagaimana hubunganku dengan Baska selama ini.
aku di terima sebagai salesboy butiknya yang sebenarnya aku melamar untuk menjadi desainer atau semcamnya ternyata dia hanya memberikan jabatan tersebut dan gaji 200 dollar perbulan. terhitung cukup untuk makan dan kebutuhan sebulan,.jauh sebelumnya pada malam-malam itu ketika di kamarku yang luas itu dia yang memulai
"elu tau tiga tahun ini kering karena bokap lu?" dia hati-hati membuka percakapan.
"iya" aku hanya terdiam di dadanya.
dia membangkitkan badannya dan kami sama-sama terduduk, aku masih mengingat air wajahnya yang khawatir.
"sebaiknya lo udah siap buat keluar dari sini," dia melanjutkan
"kenapa?"
aku hanya bingung meski jelas saja ia menyuruhku untuk kabur.
"mungkin besok semuanya terbongkar dan mungkin saja dia memang merencanakan terlalu jauh tapi dengan elu sebagai bonekanya"
ia menatapku serius aku tahu itu mungkin saja benar apalagi ayahnya memang terjun dalam dunia sedikit menyinggung dunia ayahku.
"bokap lo curiga bokap gue korup?"
"bukan, maksudnya mungkin. tapi dia ga jelasin detail, tapi gue bisa tanggap."
kami diam sedikit lama karena kami sama-sama bingung. tapi entah mengapa ia memang begitu yakin walau aku memang sebenarnya sudah pergi namun tertangkap lagi.
"mungkin kamu ga percaya tapi media tempat aku kerja jelas-jelas satu gedung dengan harian kota ini"
"mungkin bisa di bilang keterlaluan tapi setidaknya kamu keluar untuk menyelamatkan diri kamu"
ini terlalu memusingkan sebenarnya mungkin karena efek alkohol,
"kamu?" aku menggodanya, kami sama-sama tanpa sehelai benangpun aku mengamit tangannya.
"kamu?" ia bertanya balik. aku hanya diam
pada akhirnya kami menyewa sebuah flat yang agak jauh dari kawasan penting, demi keselamatan dan juga kepentingan yang kami rencanakan sendiri tapi entah itu apa.
dan selanjutnya ada beberapa hal yang ia utarakan bahwa aku harus mandiri, dan aku harus sabar. aku menyetujuinya meski sedikit enggan.
tdak ada kamar mandi mewah, makanan mewah, mobil. aku menyetujui rupanya dia meremehkan aku karena dikiranya aku terbiasa dengan jutaan dollar di kamarku.
"iya ngerti" aku menurut saja dan ia hanya mengecup pipiku.
"bersiap-siap dong"
dan aku hanya membawa hal-hal yang penting saja dan kami berhasil membuat flat ini menjadi nyaman, dan aku memutuskan untuk bergabung dalam sebuah Organisasi Masyarakat di Kampusku. untuk menyibukkan hari-hari.
seperti biasanya ia bekerja pulangnya baru sore, dan biasanya dia akan menemukanku di bathtube bongkaran kamar mandi lamaku.
"ada yang ga bisa aku tinggalkan" aku mengerlingkan mata.
"bathtube ini"
"buku-buku psikologis itu" aku menunjuk rak
"dan kamu"
aku tahu dia keberatan dengan bath tube yang kuletakan di tengah kamar menghadap jendela, namun aku tahu itu bisa memuaskan fantasinya juga.walaupun untuk mengisi airnya aku harus menimba air di kamar mandi dengan ember, setidaknya kemewahan ini berarti bagiku.
"kenapa ga minta gue beliin kolam plastik sih? gue pompain kok" ujarnya ketika pertama kali melihat bathtube indahku.
"aku ini mahal dan lu menawari gue kolam bebek-bebekan?" waktu itu aku tidak percaya tapi mungkin saja nanti ia akan membuang bathtube ini. sesudahnya ia hanya diam saja pertanda ia menyetujui.
ini hanya kebiasaanku setelah tinggal bersamanya, sebelumnya aku seperti lebah saja sibuk tanpa juntrungan di kamar, merasa gelisha ketika kelas selesai, seperti mendapat mainan baru saja.
setiap jam lima sore dia pulang dan membawakan makan malam, aku memaksanya untuk madi bersama meski seringkali ia yang mengajak dahulu, kemudian kami makan malam dalam diam -ia tidak suka pembicaraan selama menyantap makanan- kemudian kami mengobrol sebentar, dan ia menyelesaikan pekerjaannya. saat itulah aku bermain. seringkali ia meminta segelas bir dingin, biasanya aku akan berendam air hangat di bathtube yang dekat menyatu dengan ruang kerjanya. aku menyalakan musik keras-keras, masih saja ia akan tahan dengan kelakuanku. sampai detik ini aku hanya ingin bermain.
dan hari ini aku teringat masih ada strawberry yang kubeli dari ibu pasar itu, tersisa sedikit lagi lumayan pikirku. jadi aku mengambilnya dari kulkas. aku mengunyahnya sambil berendam sambil merenung.
"cuy bir dong!"
aku mengernyit, jikalau tidak karena suatu hal yang kusuka aku tidak akan meladeni, sudi pikirku
aku membuka satu botol bir dingin, menuangkannya di gelas besar.
"lu ga masuk angin berendam terus ?" dia menyesap birnya.
"bosan" aku menjawab, dia memperhatikan, sedikit merubah warna airnya.
"ga betah ? ga ada Mbok? ga ada Pras? Nyokap?"
dia menebak nebak selera.
"aku cuma bingung mau ngapain"
"biasa juga gangguin gue" dia terkekeh.
"ga berhasil" aku kembali ke bathtube.
ia menyusul,
"mau gue temenin?"
aku hanya menjatuhkan satu tangkai strawberryku ke gelas besarnya.
"ini bakal dalam aku-kamu" aku meneruskan
"beri aku kekuasaan melawan Endang" ia terpaku,
"ga baik, anak baik kayak kamu ga boleh melawan"
"aku sebagai warga sini"
aku menjatuhkan lagi strawberry yang tersisa.
"sssst" ia menutup bibirku.
"perlawanan masyarakat bisa kamu kendalikan kalau begitu, tunggu"
aku menjatuhkan satu tangkai lagi
No comments:
Post a Comment