Kemarin gue menemani Nana belanja ke Borma, lalu belanja makan malam di kedai seafood depan Gokanan Setiabudi dan yang gue beli adalah Gurita seharga Rp. 21.500.
Gue terkadang ketakutan dengan kemampuan gue meraba-raba masalah yang terjadi di masyarakat seperti masalah gurita ini... maaf sepertinya masalahnya ada pada diri gue.
gue pikir porsinya sekitar 20cm dengan tentakel panjang-panjang gue selalu begini always beyond my imagination, lebai tak ketulungan! karena tidak ada menu board dengan ilustrasi (namanya juga kedai pinggir jalan). Gue memesan gurita karena sudah lama tidak menyantap gurita, di Lampung mudah sekali membeli gurita jadi yah gue pingin gurita menjadi makan malam gue, selain gurita ada daging ikan hiu dan baracuda, baracuda sudah tentu enak sekali tetapi duit gue tidak mencukupi alias gue ga mau khilaf euh I HATE IT.
sembari menunggu pesanan gue memperhatikan kaki dua orang pria muda, seraya bertasbih.
"kakinya bagus amat, kakinya bagus amat"
zlep gue melihat ikan besar ditaruh ke pemanggang bakaran, BESAR, TEBAL, JUICY tapi gue ga tau itu jenis ikan apa dan gue malah kebingungan "gurita gue mana ini, ungu, lonjong mana ini"
---
Gue makan di Apartemen Nana, karena gue pingin makan nasi yang buanyak jadi Nana masak terlebih dahulu, karena gue ga sabar gue buka bungkusan gurita gue.
"JODHA AKBAR, Oh my Buddha" pekik gue.
guritannya kecil sekali, baby octopus, madonna of the sea.
selalu begini setiap gue membeli sesuatu gue selalu ga sreg. baby octopusnya cuma satu dan dipotong kecil-kecil walaupun sausnya enak tapi gue kecewa! selalu begini!
---
Seperti ketika gue membantu Mita dengan siswi-siswinya mengikuti lomba fashion show eh bukan mereka menilai dari teknik jalannya dari diksi saja salah berarti harusnya lomba Model. Kalah karena penilaiannya tidak dijabarkan dan kondisi yang membuat muak.
---
Seperti di tulisan ini
curhatan regi.
---
Menanggapi tulisan yang saudara Regi buat LOL, kubahagia dan ku terhibur memang gue selalu mempertanyakan mengapa SPG dan SPB selalu bertingkah seperti itu walaupun ada teori 'bekerjalah seperti kamu yang memiliki perusahaan ini" tetapi sebenarnya mereka salah mengartikannya, seharusnya bagaimana mereka tulus membangun perusahaannya bukan menebeng keren ownernya. daki ler gajah lah.
Sayang sekali kalau brand lokal harus jatuh hanya karena hal sederhana seperti itu.
Kalau ada yang rela-rela menabung, menahan selera, demi membeli produk lokal, mendukung, menghindari membeli barang bajakannya bukankah kebahagiaan yang punya brand juga ?
Gue pikir jika memang hargannya mahal tetapi pelayanannya ramah maka konsumen akan rela menabung demi produk lokal tersebut karena keramahan dan kenyamanan dari kesan pertama membekas di hati :)
Gue mengerti jika beberapa brand menargetkan pasar ke beberapa golongan karena memang konsepnya eksklusif, tetapi bukan menutup kemungkinan kalangan belum punya gaji sendiri untuk menikmati kan?
Mistreated.
---
Seandainya SPG dan SPB tersebut memang dilatih dan memang dari hati untuk melayani seperti SPG pewangi ruangan di Borma Setiabudi Bandung! Favoritku! Idamanku! Madonna de la Borma!
walaupun hanya SPG dia sangat mengerti bagian-bagian parfum yang bagus untuk ruangan, awalnya gue risih memang tapi dari nada mbak ini bicara ada tulusnya, sesuatu yang langka! jadi gue nyaman untuk bertanya-tanya tanpa didesak untuk membeli.
---
Kapan-kapan gue update lagi post ini.
okcurr.
No comments:
Post a Comment