Kisses Kitten.

Kisses Kitten.
from google

Labels

Sunday, May 26, 2013

five one

Seperti yang aku duga Endang menghajarku habis-habisan, awalnya ia hanya basa basi busuk memarahiku dan kemudian ia melepas ikat pinggangnya, menghajar punggungku, Ibu hanya mencegah sebelum ia di tahan oleh Pram, aku tumbang, anehnya tidak terasa sakit,

hari ini kota semakin kacau, Ibu merawatku ketika aku masih belum sadarkan diri, seketika aku sadar hanya supirku yang menemani, oh tidak, ia tidak hanya supirku, namun penjagaku sejak aku kecil, ia bekerja pada kami semenjak ia masih SMP sampai sekarang, tumbuh menjadi pahatan sempurna, aku menggolek hati-hati punggunggku perih

"Bacakan aku koran hari ini Pram, "
"Seperti biasa rakyat mengamuk, "
"ada berita korban atau apa ?"
"hanya korban luka ringan, pacarmu aman"
"kau bilang hanya ? Endang sekali otakmu brengsek!" aku mengumpat, ia bisa setenang itu sementara kami semua lah yang menjadi incaran masyarakat
 "mana hapeku ?"
ia memberikan hapeku aku khawatir, kepalaku nyeri penawarku ya dia saja, baiknya aku menghubunginya.

Hey aku kembali ke rumah, Pram menjemputku, Endang marah besar, bisakah kita main poker hari ini ? sore jam 3, aku mau es krim cokelat
sent

aku memejamkan mata, berdebar sekali menunggu balasannya, apakah ia selamat ? mengingat jalanan tidak aman lagi, apa ia sudah makan ?

"aku mau jam 3 nanti ada makanan di ruangan ini,"
Pram mencatat ia masih diam saja.
"keluarlah, "
"aku di depan pintu"ia beranjak.
dan ruangan sunyi, masih ada dua jam lagi dan aku hanya bisa tengkurap, terdengar memang ada keributan di luar sana, sebenarnya apa sih mau Endang ini ?
dai ayahku, orang nomor sekian kehebatannya namun berpengaruh, beberapa hal tidak kumengerti membuat nafas ini sesak saja,
aku mencoba bangun, agak pegal, aku sering di hajar Endang sewaktu kecil, aku yang paling suka melawannya, dibanding kakak-kakak tiriku yang menurut-nurut saja, aku berprinsip mungkin.
aku melihat ke jendela, ini lantai empat ternyata keributan terlihat dari sini, sebenarnya bukan di rumah ini, hanya saja asap kebakaran menunjukan itu datang dari pemukiman depan, sengaja demikian mungkin, negara ini kacau sekali semenjak Endang mencalonkan diri sebagai presiden negara ini, dan ibu tiriku berambisi sebagai First Lady negara ini ada-ada saja kelakuan mereka.

Hoi ! gue hubungi kaga bisa ?! di rumah gedongan lo kan ?! gue sekarang kesana!
ah dia membalas, aku mengganti pakaianku, lebih yang besar agar luka ini tertutupi, menyiapkan meja kecil, setumpuk kartu,
"Pram, aku mau makanan, 20 menit lagi"
"ada yang lain?"
"nanti ada tamuku, antar dia kesini"

Es krim cokelatnya jangan lupa !

aku membuka pintu, Pram masih duduk.
"Bapak sama Ibu masih di bawah Pram ?"
"Sudah pergi tadi, aman saja aku jaga"
"trims"
ini me time yang tepat.

"Kamar lo gede juga ternyata, kenapa lo kabur ?" dia datang, dan ia bertanya khas anak yang baru melihat tempat mewah saja.
"ga betah," aku membagi kartu lima untukku lima untuknya
"lo tidur di kasur segede ini ? cewek banget" komentar pertama
"ah selera lo kuno, ini kamar kaya kamar pengantin aja, sepi banget"
"koleksi bukunya oke juga nih"
aku hanya tersenyum, mengulurkan tangan pasti dia lupa,
"ape?"
"es krimnya "
"oh tenang gue bawa nih"
dan itu adalah kotak es krim ukuran besar, dia ga lupa, dia ga lupa.
"tumben di urai, biasa di gelung"
"bacot anak kampung ya, diam kenapa giliran lo!" aku memaki.

lima satu mungkin terlalu kuno dimainkan, tapi aku suka permainan ini, dan memang ini permainan kami kemarin-kemarin, selama aku kabur,
"jadi kemarin gimana?" interogasi pertama
"maksud?"
"Bokap lo?"
"as always" aku mengambil kartunya, dan aku menang!
"see gue jago main kartu!" aku girang, punggungku sakit,
"di hajar ?"
"engga dimarahin, hmm iya gampar dikit, kaya lo ga pernah aja "
"ga pernah" ia masih menyelidiki, ia yang memabgi kartu sekarang.
"buka baju lo" perintahnya aku terkejut,
"dua hari di tinggal horny ya? ada Pram di depan, malu"
mengalihkan perhatian ternyata sia-sia, ia membuka paksa, malu rasanya, sabetan-sabetan kemarin masih menyala, ia melihatnya
"bokap lo sakit!"
"tapi ga sakit kok !" aku marah, sebenarnya malu.
ia menekan punggungku aku seketika menjerit,
"masih ga sakit ?"
aku hanya diam, membuka kotak es krim, ga ada sendok, kucomot dengan  tanganku saja.
ia memeluk hati-hati, sakit sebenarnya, namun es krim ini membantu. Pram mengintip di balik pintu aku pura-pura tak menghiraukan.

"mana bibirnya?" ia memelankan suaranya terkekeh
"gila" 
"sekarang gue yang menang" ia menang, 52 poin, aku kebakaran, ini ga baik, ia masih memperhatikan ruangan kamarku.
"oke fasilitas yang aku suka dari Endang adalah kasur king koil ini, lalu kamar mandi yang luas itu, mobil beserta Pram, kemudian uang untuk membeli peralatan lukis itu saja," aku menjelaskan panjang lebar, ia mungkin iri pikirku. tapi ia bangkit menjelajah satu persatu kamarku, memeriksa, menyelidiki.

dan ia tepaku pada foto angkatan SMA kami.
"masih berhubungan sama temen-temen lo ?" pertanyaan pertama
"engga, semenjak kejadian gue bawa steak itu" semuanya putus hubungan, negara ini memang kacau
"dari kapan sebenarnya naksir gue?" pertanyaan kedua
"SMP" aku masih mencomot es krim cokelat, aku berusaha duduk dia atas kasurku, kasur pengantin.
"kita satu SMP?"
"satu bimbingan belajar sih, yang selalu dijemput ibu-ibu norak, inget?"
"aah" ia mendesah, ingat

ia menghampiriku,
"jih bagi napa, gue yang beli"
aku menyendok dengan ujung jariku menyuapinya, ia melahap, es krim mencair di ujung jariku, ia menghisapnya sengaja di buat-buat.aku menyendok lagi, ia menghisap lagi,
"belepotan" aku masih menyendok, kali ini ia juga menyendok juga dengan jarinya,
tapi tumpah,  ia menumpahkan satu gundukan es krim di leherku,
"bah gimana sih" kedinginan, dan aku bangkit, ia menahan, mengarahkan mulutnya di leherku
"ssst, diam aja lo" ia menjilat, jilat, jilat, sampai akhirnya di bibirku. kami berlumatan, punggungku sedikit perih



No comments: