sampai akhirnya ia melepas lumatannya bibirnya basah ia menatap capai.
"kata ibu kalau orang bibirnya basah artinya rejekinya juga basah, nempel terus, asyik" aku menyentuh ujung bibirnya, ia menggigit.
"wah bener dong, gue banyak rejeki nih haha" ia menindih badanku, dan kami terdiam,
aku yakin Pram mendengar grasak-grusuk kami, tidak sejauh itu kok, kami hanya bercumbu.
"Capek?" ia bertanya
"Punggungnya sakit" aku menjawab, ia bangkit membantuku menyandarkan badan. ia membuka jendela, sudah magrib ternyata aku hanya melihat kotak es krim itu mencair perlahan.
Pram mengetuk pintu, aku mempersilahkan tanpa merapikan kemejaku yang kotor karena lelehan es krim, tanpa menutupi leherku yang penuh cupangan ini, merah karena bibir Baska.
"makanannya bisa disiapkan?" Pram bertanya, dan aku sadar perut ini kosong, aku mengangguk, ia terlalu memperhatikan leherku,
"Ibu punya Chardonnay? ambilkan di lemari dia ya Pram, sing aku bilangin nanti" aku meminta satu botol Chardonnay.
"aku juga mau daging, apapun olahannya, sapi!" tambahku.
Pramudya turun ke bawah meninggalkan kami, Prasetya memandangku
"asyik ya makan daging tiap hari?" ia menyentil
"kaya lo ga aja" aku membereskan kotak es krim, menaruhnya di meja.
"gue total ga makan daging semenjak tiga tahun lalu" ia menambahkan, ia resah seperti tidak sabar.
"lupa, seharusnya bukan Chardonnay, harusnya red ya? bahkan tiga tahun tidak memakan daging melupakan padanan wine apa yang harus sepadan" aku melihat jendela, lampu-lampu warga dinyalakan.
"aku mau mandi dulu lengket" aku menyalakan air hangat di bathtube, menunggunya penuh sembari melepas semua benang, aku memandangi cermin ada kebuasan cinta di leherku sekarang, senang sekaligus khawatir
kamu menjilat ganas leherku, dan itu membekas, aku senang dan kamu juga senang, akankah ketika bekas itu hilang, kamu masih buas terhadapku, atau aku hanya menganggu sehingga kau membuas di leher yang lain? semoga tidak, karena aku yang akan menjaga kebuasan itu. penjaga.
air tumpah pertanda penuh, aku masuk ke dalamnya, telanjang bulat, sedikit perih di punggung tapi melegakan syaraf yang lain. satu lain hal yang aku syukuri adalah kamar mandi ini terlampau luas, dan jendela besar menghubungkan aku dengan pemandangan kota, kerlap kerlip aku melamunkan banyak hal.
"kenapa di gelung?" mengejutkanku ia masuk juga, siap dengan ketelanjangannya.
"mandi? " aku bertanya.
"mandi wajib hahaha" ia terkekeh, bibirnya masih basah, banyak rejeki. aku menghadapkan badanku memandangi jendela, ia masuk juga ke bathtube ternyata.
"enak jadi anak pejabat euy, gede banget cuma buat mandi sama boker" ia masih belagak dusun.
"sudah rejeki, harus dinikmati" aku mengutip perkataan ibuku, ketika ibu di cibir teman-teman arisannya saat memakai berlian sebiji baru.
batutube itu lumayan besar sehingga jauh di belakangku, aku bisa merasakan air berombak karena ia mendekati punggungku.
"ga sakit nih?"
"sedikit" aku meringis ketika ia mengusap ujung bekas sabetan. ia melepas gelung rambutku,
"gini kan bagus" ia menaruh sumpit rambutku. membenarkan uraian rambutku,
"panjang banget ya? " aku bertanya.
"iya" ia mengecup kening, dan kami sama-sama memperhatikan pemandangan di depan kami.
kami memandanginya lama-lama.
"rejeki aku mungkin megang kamu"
ia memelukku erat.
No comments:
Post a Comment