aku mengenalnya dulu, lama sekali ketika kami satu bimbingan belajar. aku hanya sekilas saja karena aku pikir aku sudah punya segalanya yakni buku-bukuku yang menemani aku, dan keluarga ini, meski aku tidak terlalu senang dengan ayahku, ibu tiriku, kakak-kakak tiriku, hanya ibuku, bibi di dapur, dan supirku yang muda Pramudya. tapi dia yang selalu aku kuntiti kehidupannya.
aku pendiam, itu karena teman-temanku yang tidak kumengerti saja, mungkin aku yang terlalu arogan tapi aku masih punya beberapa teman satu klub lukis di sekolahku dulu, aku tidak pandai bersolek seperti anak-anak pejabat lainnya, aku hanya suka memanjangkan rambutku, kemeja warna atau kaus oblong dan jaket denim saja, hasil mencontoh bagaimana supirku sehari-hari. karena badanku terlalu ideal, aku berada dalam dua rangka sehingga tidak repot sebenarnya untuk bersolek, kecuali ketika ada pesta dimana ibu selalu mengantarkan baju terbaru dan seleranya memang bagus.
cita-citaku memang hanya sebagai lakon tukang gambar, atau penjahit seperti ibuku dulu, setelah ibuku menikah dengan Endang dan melahirkan aku itu menaikan pamor dari sekedar tukang jahit, menjadi pemilik butik ternama di kota ini, didukung rancangan ibu yang memang bagus. gendut saja rekening ibu, dan ibu membelikan aku baju yang bagus-bagus. terkadang aku memberikan sebagian kepada anak-anak bibi dapur, toh bajuku tidak akan habis, ibu tahu itu dan ia mendukung.
ibuku mengajarkan aku tata krama yang baik, cocok ketika Singa melewati langit aku dilahirkan. aku menuruti semua apa yang ia katakan, aku menikmatinya, namun ada yang aku tanggalkan, atribut kemewahan tidak terlalu ambil penting di badanku, aku hanya menyukai pujian, keselarasan, keindahan, dan seksual. harta mungkin tidak seberapa.
masing-masing anak dari keluarga ini mendapatkan supir pribadi, aku meminta Pramudya ketika ayah menawarkan supir yang mana, ia masih muda, mataku dan seleraku saja yang nakal.
Pramudya memang tumbuh bersama kami, dan ketika tawaran untuk menjadi supir pribaku datang ia menyanggupi. setidaknya ia senjata jika anak komplek menggangguku.
satu tugas adalah membuat lukisan anatomi, aku menyogok Pram dua ratus ribu untuk telanjang di kamarku dan aku melukisnya, awalnya ia tertawa saja, aku masih SMP, apa yang ada di pikiranku, alhasil memang ia menyanggupi, aku melukisnya dan guru lukisku memberikan nilai tinggi,
"seperti dewa? siapa dia Divary?" aku hanya bilang aku terinspirasi dari otot-otot komik amerika milik kakak tiriku, aku berbohong.
supir kakak- kakakk tiriku adalah tuan-tuan yang sudah beristri, terkadang mereka yang mengantarku tapi aku lebih suka supirku sendiri, tanpa seragam supir dan hanya kaus abu-abu. aku meminta ibu membuatkan seragam yang biasa saja, ibu menyanggupi.
semenjak tugas anatomi, aku selalu meminta ia telanjang di kamarku, aku melukisnya berbagai pose, ia hanya menurut saja, walau matanya jengkel sekali dan aku menikmati kejengkelan itu, badannya sempurna untuk umurnya, untuk bangsa ini mungkin.
"kenapa mau?" aku bertanya suatu hari.
"kenapa ya? seksi mungkin?" ia terkekeh ketika aku selesai melukisnya.
"gede banget" aku tertawa.
"kontol gue?" ia menggoyang-goyangkan sengaja. aku hanya menikmatinya, merapikan peralatan lukisku
ia sendiri lelah.
"kamu belum jawab" aku menyalakan rokok, ibuku merokok, dan aku belajar dari beliau, ia mengetahuinya, hanya memberikan nasihat agar jangan merokok di depan Endang.
"yah menurut gue, lo pelukis, dan gue objek, sah aja" ia merokok juga.
dan tiba-tiba menanyakan sesuatu
"pernah cipokan?"
aku akan tahu kemana arahnya pembicaraan ini sehingga aku hanya menjawab
"belum,. dan jika niatanmu untuk mengajariku, sehingga kamu merebut ciuman pertamaku, kamu salah, aku suka kamu sebagai pelayanku,"
aku menghisap rokokku.
"jika kamu hanya memancing dengan pertanyaan seperti itu, aku tergoda, aku tahu umur kita nafsu ini menggelora, aku percaya belitan lidahmu hebat, tapi jangan tersinggung, aku tidak minat."
ia memandangku usil,
"kalau ini?" ia meremas selangkangannya
"mungkin tergoda juga, itu besar. tapi aku tahu, nafsumu hanya ingin penuntasan" aku bisa menjawab setenang itu karena aku memang tahu.
"sepertinya aku harus memberi tahu semua penghuni wanita di rumah ini, kalo elhu lagi pengen banget sehingga mungkin semacam pertahanan untuk mereka."
aku hanya bercanda.
ia hanya menghabiskan rokok, seperti kesal ia buru-buru menyelesaikan rokoknya, aku mendekatkan wajahku ke wajahnya,
"coba ajarin" aku menatapnya.
"aku suka kamu Divary"
"kamu hanya pelayanku Pram"
aku mengecup ujung bibirnya.
No comments:
Post a Comment