Satu lagi kehidupan Cilimus yang akan gue tulis di blog ini.
Kemarin sehabis makan malam gue kembali ke kosan gue di Cilimus, masih jam sembilan malam namun Cilums seperti yang elo ketahui sudah menyepi.
Ketika gue keluar dari lorong base camp anak-anak teater gue melihat seorang pria muda sedang duduk di depan warung burjo Cilimus, bapak muda itu sedang menangis, gue ga yakin tetapi gue lihat ekspresi menahan malu dan mata basahnya, menangis tertahan. Gue cepat-cepat berlalu.
Bapak muda itu telah berkeluarga, ia dan keluargannya menempati satu rumah bilik di dekat pintu asrama kampus gue, kondisi rumahnya layak namun hanya terbuat dari semen cor sederhana, bertingkat dua namun terbuat dari papan bilik yang masih bagus, dengan ukuran seadanya.
Keluarga kecil tersebut memiliki usaha sederhana namun dengan target utama mahasiswa : makanan. Gue sebenarnya tidak elok menceritakan hal ini tetapi inilah gambaran kehidupan di negara ini. Usaha makanannya hanya ayam goreng tepung namun jauh sekali dari kompetitor usaha sejenis, kedai kecilnya juga belum terurus tapi niatnya sudah benar yakni ingin menafkahi keluarganya.
Menggoreng ayam tepung mengikuti petunjuk cara pakai tepung padahal memang tidak akan mekar tanpa beberapa tepung pendukung lainnya, namun ia niat memberi makan bini! persetan panas minyak yang tepat.
bapak muda itu menangis kalau gue boleh berkata mungkin bingung usahannya tidak terlalu berkembang, etalase kedai seadannya tentu tidak akan menarik mahasiswa yang selerannya selangit ini. salahkah mahasiswa? tidak. Salahkah bapak muda? bisa ya bisa tidak.
Hujan deras beberapa hari lalu merobohkan satu lapak disamping rumah bapak muda itu, hanya berbeton sederhana namun hancur karena longsor dari bukit kecil di atasnya. rumah bapak muda itu aman, namun lapak disampingnya hancur. yang sedih keesokan harinya adalah bapak tua penjual mie ayam, kaget? pastinya.
Bapak muda itu hanya belum tahu bagaimana menggoreng ayam yang benar, memilih ayam yang tepat, mendesain etalase layak punya. Kalau dilatih dia tidak mungkin tidak bisa seenak ayam goreng tepung lain, pasti bisa! tapi gue belum bisa apa-apa, mahasiswa yang ngekos di depan rumahnya juga tidak bisa apa-apa jawabannya adalah bapak itu sendiri apakah dia mempunyai curiousite untuk lebih baik lagi? tentu ada, namun tertimbun entah dimana. namun bagaimana memunculkan motivasi itu yang memang mungkin tidak sederhana, seperti gue yang bingung bagaimana memulai pertemanan, jawabannya cuma ada di gue sendiri.
melihat bapak muda menangis itu membuat gue yang gede omongn ini nih, pilu. memang tidak semudah mengetwit "PEMERINTAH TIDAK MEMFASILITASI SEMINAR AYAM GORENG!" nooo tidak, tidak.. karena sudah tahu tidak ada sarana, maka harusnya bapak muda itulah yang pergi ke warnet... mencari tips menggoreng ayam yang enak maksudnya. tentu tidak akan enak seketika, harus uji coba berkali-kali. seperti daku yang awalnya menggambar tidak elok, melihat teh Erni gambarnya elok daku coba-coba, ada antusias dalam diri gue ketika menggambar, ditolak klinik gambar yang hanya menerima yang gambarnya sudah bagus yasudah... bisa apa toh? gambar aja lagi sampai orgasmeh...
tapi masalahnya adalah antusias, apakah menangis memberi jawaban? membuat lega mungkin bisa, tetapi karena sudah berkeluarga maka sang istri harus mendukung ya ga sih? anaknya juga sudah ada yang remaja, agak bandel memang tapi dia belum lihat saja bapaknya menangis.
Jika ada pelatihan menggoreng ayam apakah si bapak akan langsung antusias? bisa ya, bisa tidak... seperti gue ketika ada seminar yang gue antusias datang namun masih maluuu menunjuk tangan ketika ada kuis padahal itu kesempatan.
Yasudah ah sampai jumpa lagi, Ci..lukk Ba...
DHUAARRR
No comments:
Post a Comment